Kamis, 30 April 2020

BIOGRAFI SEJARAWAN ATAU ILMUAN ISLAM BIDANG KESEHATAN

Assalamualaikum buat yang baca,
Kali ini aku mau share foto dan Biografi Sejarawan/Ilmuan Islam di Bidang Kesehatan.
Aslinya ada banyak tokoh-tokoh Ilmuan Islam di Bidang Kesehatan tapi aku share 5 tokoh sesuai tugas aku. Berikut tokoh-tokohnya:

1. Abu Al Zahraw Filosofi abu al zahraw (Penemu Gips Era Islam)



Abu Al Zahrawi merupakan seorang dokter, ahli bedah, maupun ilmuan yang berasal dari Andalusia. Dia merupakan penemu asli dari teknik pengobatan patah tulang dengan menggunakan gips sebagaimana yang dilakukan pada era modern ini . Sebagai seorang dokter era kekalifahan, dia sangat berjasa dalam mewariskan ilmu kedokteran yang penting bagi era modern ini.Al Zahrawi lahir pada tahun 936 di kota Al Zahra yaitu sebuah kota yang terletak di dekat Kordoba di Andalusia yang sekarang dikenal dengan negara modern Spanyol di Eropa .Kota Al Zahra sendiri dibangun pada tahun 936 Masehi oleh Khalifah Abd Al rahman Al Nasir III yang berkuasa antara tahun 912 hingga 961 Masehi. 

Ayah Al Zahrawi merupakan seorang penguasa kedelapan dari Bani Umayyah di Andalusia yang bernama Abbas . Al Zahrawi selain termasyhur sebagai dokter yang hebat juga termasyhur karena sebagai seorang Muslim yang taat. Dalam buku Historigrafi Islam Kontemporer, seorang penulis dari perpustakaan Viliyuddin Istanbul Turki menyatakan Al Zahrawi hidup bagaikan seorang sufi. Kebanyakan dia melakukan pengobatan kepada para pasiennya secara cuma-cuma. Dia sering kali tidak meminta bayaran kepada para pasiennya. Sebab dia menganggap melakukan pengobatan kepada para pasiennya merupakan bagian dari amal atau sedekah. Dia merupakan orang yang begitu pemurah serta baik budi pekertinya .

Selain membuka praktek pribadi, Al Zahrawi juga bekerja sebagai dokter pribadi Khalifah Al Hakam II yang memerintah Kordoba di Andalusia yang merupakan putra dari Kalifah Abdurrahman III (An-Nasir). Khalifah Al Hakam II sendiri berkuasa dari tahun 961 sampai tahun 976. Salah satu sumbangan pemikiran Al Zahrawi yang begitu besar bagi kemajuan perkembangan ilmu kedokteran modern adalah penggunaan gips bagi penderita patah tulang maupun geser tulang agar tulang yang patah bisa tersambung kembali. Sedangkan tulang yang geser bisa kembali ke tempatnya semula. Tulang yang patah tersebut digips atau dibalut semacam semen .

Dalam sebuah risalahnya, dia menuliskan, jika terdapat tulang yang bergeser maka tulang tersebut harus ditarik supaya kembali tempatnya semula. Sedangkan untuk kasus masalah tulang yang lebih gawat, seperti patah maka harus digips.Untuk menarik tulang lengan yang bergeser, Al Zahrawi menganjurkan seorang dokter meminta bantuan dari dua orang asisten. Kedua asisten tersebut bertugas memegangi pasien dari tarikan .Kemudian lengan harus diputar ke segala arah setelah lengan yang koyak dibalut dengan balutan kain panjang atau pembalut yang lebih besar. Sebelum dokter memutar tulang sendi sang pasian, dokter tersebut harus mengoleskan salep berminyak ke tangannya. Hal ini juga harus dilakukan oleh para asisten yang ikut membantunya dalam proses penarikan. Setelah itu dokter menggerakan tulang sendi pasien dan mendorong tulang tersebut hingga tulang tersebut kembali ke tempatnya semula. Salah satu karya fenomenal Al Zahrawi merupakan Kitab Al-Tasrif. Kitab tersebut berisi penyiapan aneka obat-obatan yang diperlukan untuk penyembuhan setelah dilakukannya proses operasi.

Dalam penyiapan obat-obatan itu, dia mengenalkan tehnik sublimasi. Kitab Al Tasrif sendiri begitu populer dan telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa oleh para penulis. Terjemahan Kitab Al Tasrif pernah diterbitkan pada tahun 1519 dengan judul Liber Theoricae nec non Practicae Alsaharavii. Salah satu risalah buku tersebut juga diterjemahkan dalam bahasa Ibrani dan Latin oleh Simone di Genova dan Abraham Indaeus pada abad ke-13. Salinan Kitab Al Tasrif juga juga diterbitkan di Venice pada tahun 1471 dengan judul Liber Servitoris. Risalah lain dalam Kitab Al Tasrif juga diterjemahkan dalam bahasa Latin oleh Gerardo van Cremona di Toledo pada abad ke-12 dengan judul Liber Alsaharavi di Cirurgia. Dengan demikian kitab karya Al Zahrawi semakin termasyhur di seluruh Eropa. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya karya Al Zahrawi tersebut bagi dunia. Kitabnya yang mengandung sejumlah diagram dan ilustrasi alat bedah yang digunakan Al Zahrawi ini menjadi buku wajib mahasiswa kedokteran di berbagai kampus-kampus.Al Zahrawi menjadi pakar kedokteran yang termasyhur pada zamannya. Bahkan hingga lima abad setelah dia meninggal, bukunya tetap menjadi buku wajib bagi para dokter di berbagai belahan dunia. Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan kedokterannya masuk dalam kurikulum jurusan kedokteran di seluruh Eropa.

https://bukbidanfdl.blogspot.com/2014/11/tokoh-islam-dalam-dunia-kesehatan.html

(di ambil pada tanggal: 30 April 2020, 13.12)


2. Ibnu Sina (Father of Doctor)


Ibnu Sina atau yang lebih dikenal dunia Barat dengan nama Avicenna mempunyai nama lengkap Abu Ali al-Huseyn bin Abdullah bin Hasan Ali bin Sina. Julukannya adalah al-Ra’s (puncak gunung pengetahuan). Menurut Ibnu Khallikan, Al-Qifti, dan Bayhaqi, Ibnu Sina lahir pada bulan bulan Shafar 370 H/ Agustus 980 M, di desa Afsanah, Bukhara, Uzbekistan. Ayahnya, ‘Abdullah dan Sitarah, ibunya, merupakan keturunan Persia, karena itu ketika Ibnu Sina masih remaja dia sering menulis puisi dan essai dalam bahasa Persia.

Keluarga Ibnu Sina bisa dikatakan keluarga yang mampu. Ayahnya diangkat menjadi gubernur di sebuah distrik di Bukhara, ketika masa pemerintahan  penguasa Samaniyah, Nuh II bin Mansyur. Berangkat dari keluarga yang mampu, orang tua dari Ibnu Sina berusaha memberi anaknya pendidikan terbaik. Ayah Ibnu Sina merupakan seorang muslim dari sekte Isma’ili (Syiah). Rumahnya merupakan pusat aktivitas sarjana, dan ulama masyur pada masanya. Mereka banyak melakukan aktivitas diskusi membahas berbagai permasalahan, dari diskusi-diskusi inilah Ibnu Sina memahami pengetahuan yang luas.

Ibnu Sina memang telah memperlihatkan kecerdasan yang luar biasa sejak kecil. Selain mempunyai kemampuan analisa berpikir yang tajam, Ibnu Sina juga dikenal mempunyai daya ingat yang sangat kuat. Orang tua Ibnu Sina mulai memberikan pendidikan agama dan logika elementer sejak Ibnu Sina masih berusia 5 tahun. Pada usia 10 tahun, Ibnu Sina telah hafal al-Qur’an. Dia juga belajar fikih, dan ilmu-ilmu syariat. Tidak hanya mempelajari ilmu agama, setelah menguasai ilmu teologi Ibnu Sina mulai terjun ke dunia filsafat hingga umur 16 tahun. Ibnu Sina juga berguru kepada Abu Abdullah An-Naqili, dan belajar Kitab Isaghuji dalam ilmu logika dan berbagai kegiatan Euklides dalam bidang matematika. Setelah itu, dia belajar secara otodidak dan menekuni matematika hingga dia berhasil menguasai buku Almagest karangan Ptolemaeus serta menguasai disiplin ilmu pengetahuan alam. Sering sekali soal-soal ilmiah yang tidak dapat diselesaikan oleh gurunya, mampu dia selesaikan. 

Semangat untuk belajar Ibnu Sina tidak berhenti di bidang teologi dan matematika saja, karena dia lalu mempelajari ilmu kedokteran kepada gurunya, Abu Manshur al-Qamari, penulis kitab Al-Hayat Wa al-Maut, dan Abu Sahal Isa bin Yahya al-Jurjani, penulis ensiklopedia kedokteran Al-Kitab Al-Mi’ah Fi Shina’atih Thib. Ibnu Sina akhirnya menguasai ilmu kedokteran dalam waktu satu setengah tahun. Tidak dapat dipungkiri Ibnu Sina merupakan pribadi yang bijaksana, dia tidak membuang waktu masa mudanya untuk hal sia-sia, dia selalu memanfaatkan waktunya untuk belajar  berbagai ilmu hingga dia menguasainya. Tidak mengherankan memasuki  usia 16 tahun, Ibnu Sina telah menjadi pusat perhatian para dokter sezamannya. Mereka sering menemuinya untuk berdiskusi perihal penemuan dalam bidang kedokteran. Pada usia yang sama, dia dapat menyembuhkan penyakit yang diderita sultan Samaniyah, Nuh bin Manshur (976-997), sehingga dia diberi hak istimewa untuk menggunakan perpustakaan besar milik raja.

Dianugerahi dengan kemampuan luar biasa untuk menyerap dan memelihara pengetahuan, ilmuwan muda dari Persia ini membaca seluruh buku-buku di perpustakaan itu , hingga akhirnya berhasil menguasai semua ilmu yang ada pada masanya, sekalipun dia lebih menonjol dalam bidang filsafat dan kedokteran. Memasuki usia 21 tahun, Ibnu Sina mulai menulis karya-karya monumental di berbagai bidang keilmuwan, dengan karya pertamanya berjudul Al-Majmu’u (ikhtisar), yang memuat berbagai ilmu pengetahuan umum. Ibnu Sina tidak pernah berhenti membaca serta tidak pernah bosan menulis buku. Dia memang dikenal kuat memikul tanggung jawab ilmuih dan sering tidak tidur malam hanya karena membaca dan menulis. Selain itu, Ibnu Sina tidak mengambil upah dalam mengobati orang sakit. Bahkan dia banyak bersedekah kepada fakir miskin sampai akhir hayatnya.


Ibnu Sina wafat di Hamdzan, Persia pada tahun 428 H (1037 M) dalam usianya yang ke-58 tahun. Dia wafat karena terserang penyakit usus besar. Selama masa hidupnya Ibnu Sina memberikan sumbangan luar biasa terhadap kemajuan keilmuwan. Pemikiran-pemikiran Ibnu Sina di berbagai disiplin ilmu banyak diadopsi oleh ilmuwan masa setelahnya, tidak hanya oleh ilmuwan muslim tetapi juga ilmuwan Barat banyak yang mengadopsi pengetahuan dari karya-karya Ibnu Sina. Dalam rangka memperingati 1000 tahun hari kelahirannya, melalui event Fair Millenium di Teheran pada tahun 1955, Ibnu Sina dinobatkan sebagai “Father of Doctor” untuk selama-lamanya.

(di ambil pada tanggal 30 April 2020, 13.22)


3. Ibnu Nafis (Bapak Fisiologi Sirkulasi)


Nama lengkap Ibnu Nafis adalah al-Din Abu al-Hasan Ali Ibn Abi al-Hazm al-Qarshi al-Dimashqi.  Beliau adalah seorang ilmuan Arab yang penelitiannya pernah dilupakan orang 700 tahun lamanya. Ibnu Nafis lahir di Damaskus, Suriah (Syria) pada tahun 1213 M. Selain itu, ia juga mempunyai nama panggilan lain, yaitu The Second Avicenna (Ibnu Sina Kedua). Kiprahnya di dunia kedokteran membuatnya disebut sebagai Ibnu Sina kedua. Ibnu Sina adalah dokter pertama yang menjelaskan tentang ilmu anatomi tubuh. Selama beberapa abad, bukunya yang berisi teori anatomi tubuh dijadikan paduan dunia medis Eropa. Sedangkan Ibnu Nafis lahir 200 tahun sesudahnya. Setelah lulus dari Perguruan Tinggi Medis Bimaristan an-Noori Damaskus, Ibnu Nafis pindah ke Mesir untuk bekerja di Rumah Sakit Al-Nassiri pada tahun 1236 M. Beberapa tahun kemudian, ia diangkat menjadi kepala dokter di Rumah Sakit Al-Mansuri sekaligus menjadi dokter pribadi Sultan pada masa itu.

Sebagai seorang dokter, Ibnu Nafis membaca banyak buku panduan medis dari pendahulunya, yang masih berpedoman pada Teori Hippocrates, Galen, dan Ibnu Sina. Namun, Ibnu Nafis menemukan beberapa kejanggalan. Ia lalu menuliskan analisisnya dalam buku yang berjudul “Commentary on the Anatomy of Canon of Avicenna” atau “Komentar Tentang Ilmu Anatomi Tubuh dari Kitab Canon-Ibnu Sina”. Salah satu dari hasil pengamatannya adalah penemuan dua pembuluh darah di dalam tubuh manusia, yaitu pembuluh darah arteri dan pembuluh darah vena. Sekarang ini, telah dikenal empat macam pembuluh darah. Ibnu Nafis menemukan kejanggalan pada teori Galen tentang peredaran darah di dalam tubuh manusia. Teori tersebut menerangkan bahwa darah mengalir dari bilik kanan jantung ke bilik kiri jantung melalui pori-pori yang terdapat pada katup jantung.

Sebaliknya, Ibnu Nafis meyakini “Bahwa darah yang berasal dari bilik kanan jantung pasti mengalir ke bilik kiri jantung, namun tidak ada penghubung antara kedua bilik tersebut. Katup jantung tidak berlubang dan berpori sama sekali. Selain itu, Ibnu Nafis juga menambahkan bahwa darah dari bilik kanan jantung mengalir melalui pembuluh arteri ke paru-paru. Proses selanjutnya adalah darah tersebut bercampur dengan udara dan mengalir melalui pembuluh vena ke bilik kiri jantung”. Teori Galen menjadi pedoman dunia medis dari tahun 100 - 1.500.

Menurut Nafis, pendapat Ibnu Sina dalam kitabnya Al-Qonuun yang menyebutkan bahwa jantung terdiri dari 3 bagian tidaklah tepat. Jantung, kata Nafis, hanya memiliki 2 bilik saja, yakni kiri dan kanan. Antara keduanya tidak ada pori-pori apa pun. Bahkan dinding yang memisahkannya sangat tebal. Analisis itu sekaligus menjadi penemuan Ibnu Nafis terhadap sistem peredaran darah kecil. Yaitu peredaran darah dari jantung menuju paru-paru dan kembali lagi ke jantung. Sayangnya, penemuan itu tidak tersebar hingga ke Eropa, sehingga dunia medis masih menggunakan teori Galen sampai dengan abad ke-15.

Sekitar 300 tahun dunia kedokteran sesat, hingga pada tahun 1.500-an. Dunia mengakui William Harvey dari Eropa sebagai penemu sistem peredaran darah. William Harvey menuliskan sistem peredaran secara lengkap dan terperinci. Diduga Harvey dan beberapa ilmuan pendahulunya pernah membaca hasil temuan Ibnu Nafis. Sementara buku tentang sistem peredaran kecil temuan Ibnu Nafis yang terlupakan orang selama ratusan tahun, baru ditemukan pada abad ke-20.

Pada tahun 1924, seorang dokter Mesir bernama Muhyi Al-Din Altawi menemukan catatan sistem peredaran darah karya Ibnu Nafis di Perpustakaan Negara Prussian-Berlin. Dari sanalah disimpulkan bahwa sesungguhnya Ibnu Nafis telah menemukan sistem peredaran darah, jauh sebelum William Harvey menemukannya. Karena itulah, akhirnya dunia mengakui bahwa penemu sistem peredaran darah kecil bukanlah William Harvey, melainkan Ibnu Nafis.

(di ambil pada tanggal 30 April 2020, 23.04)


4. Ibn al-Baytar ( Bapak Botani)


Ibn al-Baytar lahir di kota Malaga Andalausia (kini Spanyol) pada akhir abad ke-12, yaitu tahun 1197. Ia belajar ilmu botani kepada seorang ahli botani Malaga, Abu al-Abbas al-Nabati. Kelak mereka bekerja sama mengumpulkan tanaman di sekitar Spanyol. Perlu diketahui bahwa Al-Nabati merupakan ilmuwan botani luar biasa. Ia dikenal sebagai mengembang awal metode ilmiah, orang pertama yang memperkenalkan teknik pengujian secara empiris dan eksperimental, pengidentifikasi dan deskripsi berbagai materi obat, serta pembuat laporan dan observasi untuk memverifikasi bermacam tanaman obat yang sebelumnya ditemukan oleh orang lain. Pendekatan al-Nabati demikian inilah kelak diadopsi oleh Ibn al-Baitar.

Setelah belajar pada al-Nabati, Ibnu al-Baytar belajar kepada Ibn Al-Rumeyya, sehingga ia menguasai tiga bahasa sekaligus, Spanyol, Yunani, dan Suriah. Berbekal kemampuan berbahasa inilah, ia mengadakan perjalanan ke beberapa negara untuk mengembangkan ilmu yang diminatinya, botani. Dari sinilah, al-Baitar pun lantas banyak berkelana untuk mengumpulkan beraneka ragam jenis tumbuhan. Tetapi sebagaimana para ilmuwan lain, tidak hanya dua sosok yang mempengaruhi sl-Baytar. Selain al-Nabati, sosok yang mempengaruhi kreativitas ilmiah Ibn al-Baytar adalah Maimonides dan al-Ghafiqi. Penelitian dan pemikiran keduanya menginspirasinya untuk membuat terobosan-terobosan besar dalam ilmu pengetahuan di kemudian hari. Di samping itu, kelak juga ada banyak generasi ilmuwan setelahnya yang menimba pengaruh darinya, baik ilmuwan Timur maupun Barat, seperti Ibn Abi Usaybi’a, Amir Daulat dan Andrea Alpago.

Pada 1219, Ibn al-Baitar meninggalkan Málaga dan mengembara ke negeri-negeri Muslim di Timur Tengah untuk mengumpulkan tanaman. Dia melakukan perjalanan dari pantai utara Afrika sampai Anatolia. Di dalam perjalanannya, konon ia mengunjungi Konstantinopel, Bugia, Tunisia, Tripoli, Barqa dan Adalia. Dari tahun 1224, al-Baytar diangkat sebagai kepala ahli tanaman obat Kekhalifahan Ayyubiyah, al-Kamil. Pada 1227 al-Kamil mengembangkan wilayah kekuasaannya ke Damaskus (kini Suriah), dan Ibn al-Baitar menemaninya di sana. al-Kamil memberinya kesempatan untuk mengumpulkan tanaman obat di Suriah. Tidak puas hanya di Suriah, Ibn al-Baytar pergi ke Arabia dan Palestina untuk mengembangkan pengumpulan dan penelitian tanaman obatnya. 

Akhirnya, ia menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1248 di Damaskus dan meninggalkan risalah-risalah penting dalam wilayah botani dan kedokteran. Dunia mengenangnya sebagai seorang yang paling berjasa dalam bidang ilmu tumbuh-tumbuhan, dan berpengaruhpenting dalam perkembangan ilmu botani.

(di ambil pada tanggal 30 April 2020, 23.09)


5. Ar-Razi


Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi (Persia: أبوبكر الرازي) atau dikenali sebagai Rhazes di dunia barat, merupakan salah seorang pakar sains Iran terkemuka. Ia hidup antara tahun 864 – 930.M Ar-Razi sejak muda telah mempelajari filsafat, kimia, matematika dan kesastraan. Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad. Sekembalinya ke Teheran, ia dipercaya untuk memimpin sebuah rumah sakit di Rayy. Selanjutnya ia juga memimpin Rumah Sakit Muqtadari di Baghdad. Ar-Razi juga diketahui sebagai ilmuwan serbabisa dan dianggap sebagai salah satu ilmuwan terbesar dalam Islam.

Ar-Razi lahir pada tanggal 28 Agustus 865 Masehi dan meninggal pada tanggal 9 Oktober 925 Masehi. Nama Razi-nya berasal dari nama kota Rayy. Kota tersebut terletak di lembah selatan jajaran Dataran Tinggi Alborz yang berada di dekat Teheran, Iran. Di kota ini juga, Ibnu Sina menyelesaikan hampir seluruh karyanya. 

Saat masih kecil, ar-Razi tertarik untuk menjadi penyanyi atau musisi tetapi dia kemudian lebih tertarik pada bidang alkemi. Pada umurnya yang ke-30, ar-Razi memutuskan untuk berhenti menekuni bidang alkemi dikarenakan berbagai eksperimen yang menyebabkan matanya menjadi cacat. Kemudian dia mencari dokter yang bisa menyembuhkan matanya, dan dari sinilah ar-Razi mulai mempelajari ilmu kedokteran. Dia belajar ilmu kedokteran dari Ali ibnu Sahal at-Tabari, seorang dokter dan filsuf yang lahir di Merv. Dahulu, gurunya merupakan seorang Yahudi yang kemudian berpindah agama menjadi Islam setelah mengambil sumpah untuk menjadi pegawai kerajaan di bawah kekuasaan khalifah Abbasiyah, al-Mu’tashim.

Ar-Razi kembali ke kampung halamannya dan terkenal sebagai seorang dokter di sana. Kemudian dia menjadi kepala Rumah Sakit di Rayy pada masa kekuasaan Mansur ibnu Ishaq, penguasa Samania. Ar-Razi juga menulis at-Tibb al-Mansur yang khusus dipersembahkan untuk Mansur ibnu Ishaq. Beberapa tahun kemudian, ar-Razi pindah ke Baghdad pada masa kekuasaan al-Muktafi dan menjadi kepala sebuah rumah sakit di Baghdad.

Setelah kematian Khalifan al-Muktafi pada tahun 907 Masehi, ar-Razi memutuskan untuk kembali ke kota kelahirannya di Rayy, di mana dia mengumpulkan murid-muridnya. Dalam buku Ibnu Nadim yang berjudul Fihrist, ar-Razi diberikan gelar Syaikh karena dia memiliki banyak murid. Selain itu, ar-Razi dikenal sebagai dokter yang baik dan tidak membebani biaya pada pasiennya saat berobat kepadanya.

(di ambil pada tanggal 30 April 2020, 23.38)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FOTO DAN BIOGRAFI FOTOGRAFER NASIONAL SPESIALISASI /DAN OLAHRAGA

Assalamu'alaikum.. Halo haii! nihao! annyeong!! Kali ini aku akan bagikan biografi fotografer nasional spesialisasi di bidang jurnalis...