Aku akan membagikan tokoh nasional dibidang kesehatan sesuai tugas aku. Well, inilah Biografi Sejarawan atau Ilmuan Nasional Di Bidang Kesehatan:
1. Prof. Dr. Gerrit A. Siwabessy
G.A. Siwabessy diabadikan sebagai nama Reaktor Serba Guna di
Serpong, Provinsi Banten. Prof. Dr.
Gerrit A. Siwabessy lahir di Desa Ullath, Pulau Saparua, 19 Agustus 1914. Ia
merupakan lulusan dari Sekolah Kedokteran NIAS di Surabaya pada tahun 1942. Pada tahun 1949 ia melanjutkan studi ke Inggris (London) dan
mendalami bidang Radiologi dan Kedokteran Nuklir di London University. Ketika
kembali ke Indonesia tahun 1962 diangkat sebagai Kepala Bagian Radiologi (Ilmu
Sinar) pada rumah sakit pusat atau Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Kemudian Dr. Siwabessy merintis pembinaan di bidang
radiologi antara lain: mendirikan Sekolah Asisten Rontgen di RSCM, melatih para
dokter penyakit paru-paru, mengatur dan membina kegiatan-kegiatan klinis dalam
bidang radiologi di rumah sakit pemerintah maupun swasta. Dr. Siwabessy
kemudian diangkat sebagai Kepala Lembaga Radiologi Departemen Kesehatan dan
juga menjadi ketua dari Panitia Penyilidikan Radioaktivitas dan Tenaga Atom.
Pada tahun 1954 didirikanlah Badan Tenaga Atom Nasional
(BATAN) dan Siwabessy menjadi direkturnya. Dua tahun kemudian ia dikukuhkan
sebagai Guru Besar Radiologi pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Siwabessy
juga pernah mengepalai Tim Dokter Kepresidenan. Pada Kabinet Pembangunan ia
menjadi Menteri Kesehatan selama dua periode.
Ia meninggal dunia di Jakarta pada tahun 1981. Tokoh
nasional dan “Bapak Atom” Indonesia ini dihargai jasa-jasa dan pengabdiannya
oleh Pemerintah RI dan bangsa Indonesia sebagai seorang Mahaputera Indonesia
yang besar dan dianugerahi bintang tertinggi yaitu Bintang Mahaputera Utama.
(diambil pada tanggal 13 Mei 2020, pukul 17.30 wib)
2. Prof. Dr. Sardjito
Prof. Dr. Sardjito lahir pada 13 Agustus 1889 di desa
Purwodadi, Kawedanan, Mageran, wilayah Keresidenan Madiun. Pada tahun 1907
Sardjito melanjutkan jenjang pendidikannya ke pendidikan tinggi kedokteran di
STOVIA (School toot Opleiding voor Indische Artsen) serta meraih gelar dokter
dengan predikat sebagai lulusan terbaik di tahun 1915.
Rektor pertama Universitas Gadja Mada (UGM) ini patut
disebut sebagai pahlawan kesehatan. Sebab, semasa hidupnya Sardjito merupakan
perintis lahirnya Palang Merah Indonesia. Semasa perang dahulu, Sardjito
berupaya sekuat tenaga agar ketersediaan obat-obatan dan vitamin bagi para
prajurit atau tentara Indonesia selalu terpenuhi. Bahkan ia sempat mendirikan
pos kesehatan tentara di Yogyakarta dan sekitarnya. Kini, namanya telah menjadi
nama satu Rumah Sakit (RS) di Yogyakarta.
(diambil pada tanggal 13 Mei 2020, pukul 17.30 wib)
3. dr. Moewardi
dr Moewardi lahir di Pati pada tahun 1907. Melalui SK
Presiden RI No 190 tahun 1964, ia dianugerahi gelar pahlawan dan namanya
diabadikan sebagai nama rumah sakit di Solo, Jawa Tengah. Selain itu, namanya
juga digunakan sebagai nama jalan di beberapa kota seperti Jakarta, Cianjur,
Solo, dan Denpasar. Perjalanan pendidikan Dr.Moewardi dimulai pada 1926, beliau
tercatat sebagai mahasiswa tingkat III School Tot Opleiding Voor Indische
Arsten (STOVIA). dr Moewardi kemudian melanjutkan belajar di Nederlandsch Indische
Arts School (NIAS) hingga lulus sebagai dokter pada tahun 1931.
Setelah 5 tahun berpraktik sebagai dokter, dr Moewardi
kembali memperdalam ilmunya dengan mengambil spesialisasi Telinga, Hidung, dan
Tenggorokan (THT) di Geneeskundig Hoogeschool (GH) Salemba dan menjadi asisten
pada rumah sakit CBZ, yang kini berubah nama menjadi Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM). Ia resmi menjadi dokter spesialis pada tahun 1939.
Yang patut dibanggakan, dr Moewardi tak hanya aktif sebagai
dokter, namun ia juga dikenal pandai pencak silat dan aktif dalam bidang
kepanduan. Dr Moewardi merupakan pemimpin di kepanduan Jong Java Padvinderij.
Pada era persiapan Proklamasi Kemerdekaan RI, dr Moewardi
turut mempersiapkan pelaksanaan acara pembacaan teks proklamasi yang dilakukan
di rumah Bung Karno. Setelah proklamasi kemerdekaan dibacakan, dr Moewardi
ditunjuk sebagai Ketua Umum Barisan Pelopor (kemudian berubah nama menjadi
Barisan Banteng), menggantikan Bung Karno yang diangkat menjadi presiden. Pada
awal tahun 1946, dr Moewardi memindahkan Barisan Banteng dari Jakarta ke Solo
akibat semakin memanasnya situasi politik dan keamanan di Jakarta saat itu.
Dr Moewardi kemudian terjun ke dunia politik dengan
membentuk Gerakan Rakyat Revolusioner (GRR) pada Agustus 1948 untuk melawan
aksi-aksi anti pemerintah yang dilancarkan oleh Front Demokrasi Rakyat (FDR),
yang merupakan onderbouw Partai Komunis Indonesia (PKI). dr Moewardi diculik
pada 13 September 1948, saat menjalankan praktik sebagai dokter di RS Jebres,
Solo. Hingga kini ia tak pernah terlihat kembali dan hilang secara misterius.
(diambil pada tanggal 13 Mei 2020, pukul 19.15 wib)
4. Abdulrahman Saleh
Abdulrahman Saleh, lebih dikenal dengan nama julukan
'Karbol' ini lahir di Jakarta, 1 Juli 1909. Bergelar Prof. dr. SpF, Marsekal
Muda Anumerta, Abdulrahman Saleh adalah tokoh Radio Republik Indonesia, dan
juga bapak fisiologi kedokteran Indonesia. Ia juga dinobatkan sebagai pahlawan
nasional berdasarkan SK Presiden RI No.071/TK/Tahun 1974 pada 9 November 1974.
Putra Mohammad Saleh ini dikenal giat dalam bidang
pendidikan. Awalnya ia bersekolah di HIS (Hollandsch Inlandsche School) MULO
(Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) atau SMP rakyat berbahasa Belanda, kemudian
berlanjut ke AMS (Algemene Middelbare School) - setara SMU, dan meneruskan ke
STOVIA (School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen). Sebelum lulus dari sini,
STOVIA malah dibubarkan. Akhirnya Abdulrahman Saleh pindah ke sekolah tinggi
bidang kesehatan atau kedokteran yang disebut GHS (Geneeskundige Hoge School).
Di sana, ia sempat tergabung dalam beberapa organisasi pemuda seperti Jong
Java, Kepanduan Bangsa Indonesia, dan Indonesia Muda.
Lulus sekolah kedokteran, Abdulrahman Saleh masih haus akan
pengetahuan. Kali ini ia menguasai ilmu faal yang akhirnya dikembangkan di
tanah air dan membuatnya ditetapkan sebagai Bapak Ilmu Faal Indonesia oleh
Universitas Indonesia pada 5 Desember 1958.
Hobinya dengan radio juga membuatnya terpilih menjadi
pemimpin organisasi radio bernama VORO (Vereniging voor Oosterse Radio Omroep).
Dari sinilah ia kemudian terus mengembangkan diri dan ikut berperan mendirikan
RRI pada 11 September 1945. Seakan tak pernah puas, Abdulrahman Saleh beralih
ke bidang lainnya yakni militer dengan mendaftarkan diri di Angkatan Udara.
Atas kegigihannya, ia pun diangkat menjadi Komandan Pangkalan Udara Madiun di
1946, sembari menjadi dosen di Perguruan Tinggi Dokter di Klaten, Jawa Tengah.
Bersama Adisutjipto, Abdulrahman ditugaskan ke India saat
agresi pertama Belanda. Dan ketika perjalanan pulang pada 29 Juli 1947, tim ini
sempat mampir ke Singapura untuk mengambil bantuan obat-obatan dari Palang
Merah Malaya lewat penerbangan Dakota VT-CLA. Sayangnya, pesawat itu lantas
ditembak hingga jatuh dan terbakar oleh pesawat P-40 Kitty-Hawk Belanda, sesaat
sebelum tiba di Maguwoharjo, Sleman. Peristiwa inilah yang akhirnya dikenal
sebagai Hari Bakti TNI AU sejak 1962.
Abdulrahman Saleh kemudian dikebumikan di Kuncen Yogyakarta,
yang kemudian dipindahkan ke Kompleks Monumen Perjuangan TNU AU di Bantul,
Yogyakarta pada 14 Juli 2000. Namanya lantas diabadikan sebagai Pangkalan TNI
AU dan Badara di Malang, dan nama piala bergilir dalam Medical and General
Biology Competition.
(diambil pada tanggal 13 Mei 2020, pukul 17.45 wib)
5. dr. Hj. Hasri Ainun
Besari biasa dipanggil Hasri Ainun Habibie. Ainum lahir di Semarang, Jawa Tengah, 11
Agustus 1937 dan wafat di München,
Jerman, 22 Mei 2010 pada usia 72 tahun adalah Istri dari Presiden Indonesia
Ketiga, BJ. Habibie. Ia menjadi Ibu Negara Indonesia ketiga dari tahun 1998
hingga tahun 1999.
Hasri Ainum juga seorang pahlawan kesehatan yang berjuang
untuk mengembalikan penglihatan tunanetra semasa hidupnya. Atas dedikasinya,
yang sangat tinggi bagi dunia kesehatan (khususnya dalam penanganan penyakit
mata di Indonesia), maka Pemerintah Provinsi Gorontalo pada tahun 2013
berinisiasi membangun dan meresmikan Rumah Sakit Provinsi dr. Hasri Ainun
Habibie di Limboto, Kabupaten Gorontalo.
Saat ini, Rumah Sakit Ainun Habibie sedang dikembangkan
menjadi Rumah Sakit Pendidikan (Universitas Negeri Gorontalo yang belakangan
namanya diusulkan diubah menjadi Unversitas B.J Habibie) dan Rumah Sakit
Rujukan bagi daerah-daerah di wilayah teluk tomini yang meliputi Provinsi
Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah.
Hasri Ainun Besari adalah anak keempat dari delapan
bersaudara R. Mohamad Besari dan istrinya, Sadarmi. Arti nama Hasri Ainun
adalah mata yang indah. Ia mendapatkan gelar dokter dari Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia pada tahun 1961 dan bekerja di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta.
(diambil pada tanggal 13 Mei 2020, pukul 17.20 wib)
Terimakasih..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar