Halo haii! nihao! annyeong!!
Kali ini aku akan bagikan biografi fotografer nasional spesialisasi di bidang jurnalistik/dan olahraga dan hasil photonya jugaloh. Oiya ini juga untuk memenuhi syarat UAS mata kuliah fotografi.
Yuk dilihat.
1. ARBAIN RAMBEY
Pria dengan rambut cepak dan kaca mata
berbingkai hitam ini sudah tidak diragukan lagi kemampuan menulis dan
fotografi. Lahir di Semarang, 2 Juli 1961, Arbain Rambey mulai memotret pada
tahun 1977 bersama teman-temannya di SMA Loyola 1, Semarang. Mengenyam
pendidikan yang tidak berhubungan dengan dunia jurnalistik. Arbain lulus dan
menjadi sarajana Teknik Sipil dari Institut Teknologi Bandung tahun 1988. Setelah lulus, Arbain bekerja sebagai
reporter dan fotografer. Keahliannya dalam bidang fotografi juga lah yang
mengantarkan ia menjadi redaktur foto Kompas menggantikan Kartono Riyadi pada
tahun 1996.
Arbain yang merupakan anak tunggal lahir
dan tumbuh di Semarang dan tinggal bersama bibinya karena kedua orang tuanya
harus bekerja. Ketertarikan Arbain dalam dunia fotografi rupanya sudah terlihat
sejak masa kanak-kanak. Sejak umur 5 tahun, Arbain mulai tertarik dengan album
foto, membolak-balik album foto menjadi kegemaran Arbain kecil pada saat itu.
Pada usia 13 tahun Arbain sudah menguasai teknik cuci dan cetak foto hitam
putih. Kamera pertamanya bermerek Ricoh dengan tipe 500 GX ia dapatkan pada
tahun 1977.
Sebagai wartawan fotografer handal,
Arbain tentunya memiliki segudang prestasi, baik di tingkat nasional maupun
internasional. Beberapa prestasi yang telah diperoleh Arbain, antara lain Juara
Tunggal Festival Seni Internasional Art Summit 1999, memenangkan medali
perunggu 2 tahun berturut-turut pada Lomba Salon Foto tahun 2006 dan 2007,
serta Juara 1 lomba foto MURI tahun 2008.
Arbain juga pernah beberapa kali
mengadakan pameran foto, seperti Ekspresi (Medan, 2002), Mandailing (Medan,
2002), Senyap (Bentara Budaya, Jakarta, 2004), Colour of Indonesia (Galeri
Cahaya, Jakarta, 2004), Crossing Bridges (Singapura, 2004), Persatoen
(Melbourne, 2005), Nusantara (bersama Makarios Soekojo) (Hotel Aston, Jakarta,
2006).
Kegiatan Arbain sekarang lebih banyak
berupa mengajar. Ia mengajar di beberapa universitas swasta di Jakarta seperti
Universitas Pelita Harapan, Universitas Media Nusantara, dan Darwis School of
Photography.
Hobi bisa juga bisa jadi profesi.
Bekerja dari hobi memang menyenangkan karena Anda bekerja sekaligus melakukan
hal-hal yang disukai. Salah satu contohnya adalah Arbain Rambey dimana
profesinya sebagai seorang fotografer bermula dari kesukaannya terhadap dunia
fotografi.
Ketika duduk di bangku SMA, Arbain
Rambey mengikuti berbagai kegiatan pecinta alam. Ia gemar mendaki gunung
bersama teman-temannya. Saat itu, ia kurang puas melihat foto hasil jepretan
teman-temannya. Akhirnya ia yang kemudian banyak memotret sambil mendaki
gunung. Setelah lulus SMA, Arbain melanjutkan kuliah di Institut Teknologi
Bandung (ITB). Kala itu ia punya hobi lain, yaitu jalan-jalan. Dari situlah ia
mulai lebih banyak memotret meskipun hanya memakai kamera orang. “Kameraku
jelek waktu itu,” tuturnya.
Tahun 1988, setelah lulus kuliah, Arbain
mulai bekerja di Papua. Sebulan setelah bekerja, ia membeli kamera pertamanya,
Nikon F-301 dengan lensa 3515, seharga Rp 750.000. Masih diingatnya toko tempat
ia membeli kamera itu, yakni di Niaga Foto Bandung. Selama di Papua,
teman-temannya sering jalan-jalan. Semua kegiatan jalan-jalan ia abadikan
dengan kamera itu. Hingga kemudian hasil fotonya mrndapat komentar positif oleh
seorang wartawan Tempo saat Arbain berkesempatan pameran di Eropa dan Amerika.
“Kamu bukan insinyur, tapi fotografer,” komentar wartawan tersebut.
Itu adalah kali pertama ada orang yang
mengatakan fotonya bagus. Profesinya sebagai insinyur pun menurutnya tidak
cukup baik. Hal itu mendorongnya untuk melamar menjadi fotografer di harian
Kompas pada tahun 1990. Diterima di Kompas, Arbain dibimbing oleh para senior
yang banyak membawa kemajuan dalam karirnya.
Sejak bekerja di Kompas, kemampuan
fotografinya meningkat pesat. Apalagi peralatan fotografi sudah disubsidi oleh
kantor. Jika ada kamera keluaran terbaru, Arbain pun diizinkan untuk
menggunakannya paling dulu. Baginya, sangat menyenangkan mengerjakan sesuatu
yang disenangi. “Kerja jangan cuma mencari kekayaan. Saya bisa hidup dari apa
yang bisa saya senangi,” ujarnya.
Hasil photonya sebagai berikut:
(diambil pada tanggal 27 Mei 2020, pukul 12.31 wib)
2. OSCAR MATULOH
Oscar Motuloh lahir di Surabaya, 17 Agustus 1959. Ia
tertarik dengan bidang jurnalistik dan segala hal yang berkaitan denga itu. Ia
pernah menjadi reporter di Kantor Berita Antara pada tahun 1988. Kini ia aktif mengajar di FFTV Institut Kesenian Jakarta dan
menjadi dosen di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia. Selain itu, ia juga
aktif sebgai juri di sejumlah kompetisi fotografi di dalam maupun luar negeri.
Tahun 1988, ia menjadi reporter di Kantor Berita Antara. Dua
tahun kemudian, ia diangkat untuk menempati posisi divisi pemberitaan visual
sebagai pewarta foto. Ia mempelajari fotografi bukan melalui kursus atau
pendidikan khusus, namun otodidak.
Selain aktif menjadi pewarta foto, ia kini memimpin Kantor
Berita Foto Antara dan juga menjadi Kepala Museum dan Galeri Foto Jurnalistik
Antara. Ia juga ikut mendirikan Pewarta Foto Indonesia, organisasi yang
menghimpun seluruh pewarta fto di Indonesia. Ia juga mengajar di FFTV Institut Kesenian Jakarta serta
beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Ia beberapa kali menyelenggarakan
pameran dan workshop bertemakan fotografi. Ia juga pernah menerbitkan sejumlah
buku tentang fotografi.
Hasil fotonya sebagai berikut:
Link gambar https://www.google.com/search?sxsrf=ALeKk01VcgMpj_K_IL2zrIyVf1gLU4ToCg:1590559393551&source=univ&tbm=isch&q=karya+foto+oscar+motuloh&safe=strict&sa=X&ved=2ahUKEwj47pW9r9PpAhXPXSsKHWGXCfkQ7Al6BAgKECk&biw=1366&bih=657#imgrc=76yazqUHCRHYdM
(diambil pada tanggal 27 Mei 2020, pukul 13.07 wib)
3. KEMAL JUFRI
Kemal Jufri, Lahir di Jakarta pada tanggal 7 Juni 1974. Anak dari Bapak Fikri Jufri dan Ibu Anisa Hadad. Alamat Rumah Di Jalan Pulomas Barat VIII/8, Jakarta Pusat. Beragama Islam. Pendidikannya: SD Trisula Jakarta, SMP Lab School Jakarta, SMA Mid Pac Hawaii, Amerika Serikat. Karir: Fotografer freelance, Memotret untuk media internasional: Time, Newsweek, Asia Week, The New York Times, Business Week, dan Far East Economic Review. Penghargaan yang ia raih Award of Excellence dari Picture of the Year 1999.
Foto-foto hasil jepretannya menghiasi media internasional. Ia pernah menyabet Award of Excellence 1999 dari Picture of the Year di Amerika Serikat”organisasi yang memberikan penghargaan semacam World Press Photo. Tapi, ia bilang bahwa jadi fotografer adalah sebuah takdir.
Ayahnya, wartawan senior Fikri Jufri, tak menuntut anaknya harus jadi apa. Cuma, neneknya mengharapkan Kemal bekerja di kantor, di belakang meja. Setelah ia jadi fotografer, sang nenek masih sering heran dan menertawakan cucunya yang suka bawa kamera yang berat-berat ke mana-mana.
Dalam rangka magang, Kemal kemudian ditugaskan oleh Oscar menyusuri jalan-jalan Jakarta dan hasilnya memuaskan dan dapat honor. Habis magang di Antara, kendala teknis tentang kamera mulai teratasi, terlebih lagi setelah itu ia mengikuti workshop esai foto di Antara. Kemal mengadakan pameran foto Kota Kita, bertema para profesional muda di luar topeng-topeng profesinya.
Lepas magang di Antara, Kemal freelance untuk media lokal, termasuk majalah D&R. Setelah itu, tiba-tiba salah satu koresponden Asia Week sedang membuat story mengenai pembredelan Tempo, dan dia butuh foto Goenawan Mohamad dan Fikri Jufri berdua.
Tahu bahwa Kemal anak Fikri, si koresponden menawarinya tugas memotret kedua tokoh pers itu. Langsung saya terima. Saya potret dengan background cover Tempo yang bergambar Habibie dan kapal, dan dimuat setengah halaman, tutur Kemal. Editor foto di Asia Week suka dengan karyanya dan dari situlah awalnya sampai Kemal jadi reguler contributor majalah terkemuka di Asia ini.
John McDougall, fotografer AFP, melihat hasil jepretan Kemal di Asia Week, dan ia lalu menawari jadi stringer tetap untuk AFP. Ia menerimanya, tapi tak lama. Jenuh dengan gaya bekerja di AFP, yang tiap hari harus memproduksi terus menerus, Kemal balik lagi ke Asia Week. Ia juga kontributor untuk Time, News Week, Far Eastern Economic Review.
Sejak Maret 2001, bersama Dina Purita Antonio, jurnalis asal Filipina, Kemal mendirikan agen foto Imaji. Mereka bercita-cita mengumpulkan fotografer dan penulis freelance dalam sebuah wadah agar tidak mudah dipermainkan oleh para pengorder.
Kemal hobi menonton film. Ia jarang olahraga, walau ia sadar bahwa seorang jurnalis foto seperti dia kebugaran fisik sangat menunjang. Tapi, ia tetap akan berusaha berolahraga secara rutin, agar berat badan setimbang dengan tinggi tubuhnya.https://ahmad.web.id/sites/apa_dan_siapa_tempo/profil/K/20030627-28-K_2.html
Hasil fotonya sebagai berikut:
(diambil pada tanggal 28 Mei 2020, pukul 19.57 wib)
4. PEKSI CAHYO
Fotografi olahraga memang sedikit berbeda dari foto
jurnalistik pada umumnya. Ia dibatasi ruang dan waktu, entah itu 2x45 menit di
lapangan sepak bola atau 4x10 menit di lapangan basket yang berukuran lebih
kecil. Dalam batasan-batasan itu, para fotografer harus menangkap gerak dan
momen yang terkadang muncul hanya sepersekian detik. Sedikit saja lengah bisa
berarti ‘petaka’.
Peksi berpendapat, bentuk arena apapun hanya bisa
ditaklukkan melalui kesabaran karena tak ada yang bisa memprediksi momen yang
akan terjadi. Bagi Peksi, pekerjaan fotografer olahraga bahkan hampir sama
dengan atlet itu sendiri. Selain butuh kesabaran, juga perlu daya tahan yang
kuat karena harus memiliki konsentrasi dan fokus yang baik.
Selanjutnya, masih menurut Peksi, penting untuk
mensinkronisasi gambar yang ingin didapat dengan proses kreatif. Caranya dengan
mempelajari perilaku sang pemain, paham tata letak stadion, memilih sudut
tepat, hingga pemilihan lensa. Satu hal lain yang tak kalah penting adalah
riset.
Peksi mengawali kariernya sebagai foto jurnalis. Namun, pada
2003, ia memantapkan hati terjun di fotografi olahraga dengan bergabung Tabloid
Bola. Itu pun terjadi secara tidak sengaja. Saat itu Peksi yang merupakan
fotografer Sinar Harapan, merasa berada di titik yang memaksanya untuk
mengembangkan diri. Peksi sebenarnya sudah sampai pada tahap wawancara di
kantor berita EPA (European Pressphoto Agency). Namun di tengah jalan, dia
mendapatkan panggilan dari Tabloid Bola. Ia pun mengubah pilihan.
Di tabloid olahraga itu Peksi bekerja 12 tahun sebelum
akhirnya pindah ke bola.com pada 2015. Sebagai fotografer olahraga, Peksi
menilai olahraga yang sangat sukar diabadikan adalah lari. Ini karena banyak
hal harus dipertimbangkan dalam waktu pertandingan yang sangat singkat, mulai
dari perencanaan pengambilan gambar, hingga penentuan posisi mengambil foto.
Pria kelahiran Jakarta, 19 April 1976 ini mengaku
keberuntungan tetap jadi hal penting bagi fotografer olahraga. Tapi nilainya
tak lebih tinggi dari teknik dan juga persiapan.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170504152522-25-212298/peksi-cahyo-dan-tiga-rahasia-fotografi-olahragaHasil fotonya sebagai berikut:
Link gambar https://www.google.com/search?q=KARYA+FOTO+olahraga+peksi+cahyo&safe=strict&hl=id&sxsrf=ALeKk02puHaPIy4V3-WJhdJXX7R5KEEWNg:1590673915576&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwiF0cON2tbpAhXpIbcAHdUMCwYQ_AUoAXoECAwQAw&biw=1366&bih=608
(diambil pada tanggal 28 Mei 2020, pukul 21.01 wib)
5. KHAIRUL IMAM
Berawal dari seorang suporter, keinginan untuk menyimpan
berbagai momen-momen tim Persija Jakarta, membuat Khairul Imam kini menjabat
sebagai fotografer tim Macan Kemayoran ini. Khairul Imam Sudah 8 Tahun, sejak 2010 menggeluti dunia
fotografi secara umum. Dia memiliki motivasi untuk dapat mengabadikan setiap
momen perjalanan tim sepakbola (Persija) dan memberikan hasil karya terbaiknya
untuk Persija.
Awalnya Khairul Imam ikut dengan kakaknya menjadi fotografer
wedding, untuk menyatukan dengan sepakbola baginya tidak begitu menemui
kesulitan karena dia sendiri suka/hobi dengan sepakbola itu sendiri dan juga
menyukai Persija. Saat beralih ke fotografer sepakbola Khairul Imam menyesuaikan
dengan aturan aturan yang ada di sepakbola dalam mengambil gambar, terutama
saat petandingan dan Khairul Imam terus belajar dengan terus mencoba untuk
mendapatkan momen momen terbaik di lapangan.
Awal mula Khairul Imam sebagai fotografer tim sepak bola
adalah merupakan suporter tim Persija itu sendiri, pada tahun 2012 Khairul Imam
mendapatkan tawaran untuk menjadi tim dokumentasi pada pertandingan kandang
Persija. Sejak dari situ dia memiliki keinginan untuk bisa terus menjadi
fotografer tim Persija meskipun saat itu banyak situasi sulit yang harus dihadapi.
Inspirasi dan referensi Khairul Imam banyak hadir dari akun sosial
media tim-tim luar negeri. Namun Khairul Imam punya fotografer idolanya di
bidang olahraga/sepakbola di Indonesia yaitu Mas Peksi Cahyo @peksicahyo.
Ada beberapa hasil foto yang menjadi favoritnya salah satunya
adalah momen pertama dia berhasil mendapatkan foto selebrasi khas Bambang
Pamungkas, saat itu pertandingan Arema vs Persija di Stadion Kanjuruhan Malang.
Pada saat itu Bepe juga mencetak hattrick.
Hasil fotonya sebagai berikut:
Link gambar https://soccersidejournal.wordpress.com/2019/01/19/ep3-khairul-imam-persija-jakarta/
https://www.instagram.com/imammiot/?hl=id
(diambil pada tanggal 28 Mei 2020, pukul 23.55 wib)
Trimakasih nak tengokk ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar