Kamis, 28 Mei 2020

FOTO DAN BIOGRAFI FOTOGRAFER NASIONAL SPESIALISASI /DAN OLAHRAGA

Assalamu'alaikum..
Halo haii! nihao! annyeong!!
Kali ini aku akan bagikan biografi fotografer nasional spesialisasi di bidang jurnalistik/dan olahraga dan hasil photonya jugaloh. Oiya ini juga untuk memenuhi syarat UAS mata kuliah fotografi.
Yuk dilihat.


1. ARBAIN RAMBEY


Pria dengan rambut cepak dan kaca mata berbingkai hitam ini sudah tidak diragukan lagi kemampuan menulis dan fotografi. Lahir di Semarang, 2 Juli 1961, Arbain Rambey mulai memotret pada tahun 1977 bersama teman-temannya di SMA Loyola 1, Semarang. Mengenyam pendidikan yang tidak berhubungan dengan dunia jurnalistik. Arbain lulus dan menjadi sarajana Teknik Sipil dari Institut Teknologi Bandung tahun 1988. Setelah lulus, Arbain bekerja sebagai reporter dan fotografer. Keahliannya dalam bidang fotografi juga lah yang mengantarkan ia menjadi redaktur foto Kompas menggantikan Kartono Riyadi pada tahun 1996.

Arbain yang merupakan anak tunggal lahir dan tumbuh di Semarang dan tinggal bersama bibinya karena kedua orang tuanya harus bekerja. Ketertarikan Arbain dalam dunia fotografi rupanya sudah terlihat sejak masa kanak-kanak. Sejak umur 5 tahun, Arbain mulai tertarik dengan album foto, membolak-balik album foto menjadi kegemaran Arbain kecil pada saat itu. Pada usia 13 tahun Arbain sudah menguasai teknik cuci dan cetak foto hitam putih. Kamera pertamanya bermerek Ricoh dengan tipe 500 GX ia dapatkan pada tahun 1977.

Sebagai wartawan fotografer handal, Arbain tentunya memiliki segudang prestasi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Beberapa prestasi yang telah diperoleh Arbain, antara lain Juara Tunggal Festival Seni Internasional Art Summit 1999, memenangkan medali perunggu 2 tahun berturut-turut pada Lomba Salon Foto tahun 2006 dan 2007, serta Juara 1 lomba foto MURI tahun 2008.



Arbain juga pernah beberapa kali mengadakan pameran foto, seperti Ekspresi (Medan, 2002), Mandailing (Medan, 2002), Senyap (Bentara Budaya, Jakarta, 2004), Colour of Indonesia (Galeri Cahaya, Jakarta, 2004), Crossing Bridges (Singapura, 2004), Persatoen (Melbourne, 2005), Nusantara (bersama Makarios Soekojo) (Hotel Aston, Jakarta, 2006).

Kegiatan Arbain sekarang lebih banyak berupa mengajar. Ia mengajar di beberapa universitas swasta di Jakarta seperti Universitas Pelita Harapan, Universitas Media Nusantara, dan Darwis School of Photography. 

Hobi bisa juga bisa jadi profesi. Bekerja dari hobi memang menyenangkan karena Anda bekerja sekaligus melakukan hal-hal yang disukai. Salah satu contohnya adalah Arbain Rambey dimana profesinya sebagai seorang fotografer bermula dari kesukaannya terhadap dunia fotografi.

Ketika duduk di bangku SMA, Arbain Rambey mengikuti berbagai kegiatan pecinta alam. Ia gemar mendaki gunung bersama teman-temannya. Saat itu, ia kurang puas melihat foto hasil jepretan teman-temannya. Akhirnya ia yang kemudian banyak memotret sambil mendaki gunung. Setelah lulus SMA, Arbain melanjutkan kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). Kala itu ia punya hobi lain, yaitu jalan-jalan. Dari situlah ia mulai lebih banyak memotret meskipun hanya memakai kamera orang. “Kameraku jelek waktu itu,” tuturnya.

Tahun 1988, setelah lulus kuliah, Arbain mulai bekerja di Papua. Sebulan setelah bekerja, ia membeli kamera pertamanya, Nikon F-301 dengan lensa 3515, seharga Rp 750.000. Masih diingatnya toko tempat ia membeli kamera itu, yakni di Niaga Foto Bandung. Selama di Papua, teman-temannya sering jalan-jalan. Semua kegiatan jalan-jalan ia abadikan dengan kamera itu. Hingga kemudian hasil fotonya mrndapat komentar positif oleh seorang wartawan Tempo saat Arbain berkesempatan pameran di Eropa dan Amerika. “Kamu bukan insinyur, tapi fotografer,” komentar wartawan tersebut.

Itu adalah kali pertama ada orang yang mengatakan fotonya bagus. Profesinya sebagai insinyur pun menurutnya tidak cukup baik. Hal itu mendorongnya untuk melamar menjadi fotografer di harian Kompas pada tahun 1990. Diterima di Kompas, Arbain dibimbing oleh para senior yang banyak membawa kemajuan dalam karirnya.

Sejak bekerja di Kompas, kemampuan fotografinya meningkat pesat. Apalagi peralatan fotografi sudah disubsidi oleh kantor. Jika ada kamera keluaran terbaru, Arbain pun diizinkan untuk menggunakannya paling dulu. Baginya, sangat menyenangkan mengerjakan sesuatu yang disenangi. “Kerja jangan cuma mencari kekayaan. Saya bisa hidup dari apa yang bisa saya senangi,” ujarnya.

Hasil photonya sebagai berikut:




        


        

link gambar:  https://www.google.com/search?q=hasil+foto+jurnalistik+arbain+rambey&safe=strict&hl=id&sxsrf=ALeKk01BXiX8RqFygpwLhxVuSzNoU98GFg:1590556680245&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwjx6q6vpdPpAhWJIbcAHca9DjcQ_AUoAXoECAwQAw&biw=1366&bih=657
(diambil pada tanggal 27 Mei 2020, pukul 12.31 wib)


2. OSCAR MATULOH


Oscar Motuloh lahir di Surabaya, 17 Agustus 1959. Ia tertarik dengan bidang jurnalistik dan segala hal yang berkaitan denga itu. Ia pernah menjadi reporter di Kantor Berita Antara pada tahun 1988. Kini ia aktif mengajar di FFTV Institut Kesenian Jakarta dan menjadi dosen di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia. Selain itu, ia juga aktif sebgai juri di sejumlah kompetisi fotografi di dalam maupun luar negeri.


Tahun 1988, ia menjadi reporter di Kantor Berita Antara. Dua tahun kemudian, ia diangkat untuk menempati posisi divisi pemberitaan visual sebagai pewarta foto. Ia mempelajari fotografi bukan melalui kursus atau pendidikan khusus, namun otodidak.

Selain aktif menjadi pewarta foto, ia kini memimpin Kantor Berita Foto Antara dan juga menjadi Kepala Museum dan Galeri Foto Jurnalistik Antara. Ia juga ikut mendirikan Pewarta Foto Indonesia, organisasi yang menghimpun seluruh pewarta fto di Indonesia. Ia juga mengajar di FFTV Institut Kesenian Jakarta serta beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Ia beberapa kali menyelenggarakan pameran dan workshop bertemakan fotografi. Ia juga pernah menerbitkan sejumlah buku tentang fotografi. 

Hasil fotonya sebagai berikut:



                 


 Link gambar https://www.google.com/search?sxsrf=ALeKk01VcgMpj_K_IL2zrIyVf1gLU4ToCg:1590559393551&source=univ&tbm=isch&q=karya+foto+oscar+motuloh&safe=strict&sa=X&ved=2ahUKEwj47pW9r9PpAhXPXSsKHWGXCfkQ7Al6BAgKECk&biw=1366&bih=657#imgrc=76yazqUHCRHYdM
(diambil pada tanggal 27 Mei 2020, pukul 13.07 wib)


3. KEMAL JUFRI


Kemal Jufri, Lahir di Jakarta pada tanggal 7 Juni 1974. Anak dari Bapak Fikri Jufri dan Ibu Anisa Hadad. Alamat Rumah Di Jalan Pulomas Barat VIII/8, Jakarta Pusat. Beragama Islam. Pendidikannya: SD Trisula Jakarta, SMP Lab School Jakarta, SMA Mid Pac Hawaii, Amerika Serikat. Karir: Fotografer freelance, Memotret untuk media internasional: Time, Newsweek, Asia Week, The New York Times, Business Week, dan Far East Economic Review. Penghargaan yang ia raih Award of Excellence dari Picture of the Year 1999.

Foto-foto hasil jepretannya menghiasi media internasional. Ia pernah menyabet Award of Excellence 1999 dari Picture of the Year di Amerika Serikat”organisasi yang memberikan penghargaan semacam World Press Photo. Tapi, ia bilang bahwa jadi fotografer adalah sebuah takdir.

Ayahnya, wartawan senior Fikri Jufri, tak menuntut anaknya harus jadi apa. Cuma, neneknya mengharapkan Kemal bekerja di kantor, di belakang meja. Setelah ia jadi fotografer, sang nenek masih sering heran dan menertawakan cucunya yang suka bawa kamera yang berat-berat ke mana-mana.

Dalam rangka magang, Kemal kemudian ditugaskan oleh Oscar menyusuri jalan-jalan Jakarta dan hasilnya memuaskan dan dapat honor. Habis magang di Antara, kendala teknis tentang kamera mulai teratasi, terlebih lagi setelah itu ia mengikuti workshop esai foto di Antara. Kemal mengadakan pameran foto Kota Kita, bertema para profesional muda di luar topeng-topeng profesinya.

Lepas magang di Antara, Kemal freelance untuk media lokal, termasuk majalah D&R. Setelah itu, tiba-tiba salah satu koresponden Asia Week sedang membuat story mengenai pembredelan Tempo, dan dia butuh foto Goenawan Mohamad dan Fikri Jufri berdua.

Tahu bahwa Kemal anak Fikri, si koresponden menawarinya tugas memotret kedua tokoh pers itu. Langsung saya terima. Saya potret dengan background cover Tempo yang bergambar Habibie dan kapal, dan dimuat setengah halaman,
tutur Kemal. Editor foto di Asia Week suka dengan karyanya dan dari situlah awalnya sampai Kemal jadi reguler contributor majalah terkemuka di Asia ini.

John McDougall, fotografer AFP, melihat hasil jepretan Kemal di Asia Week, dan ia lalu menawari jadi stringer tetap untuk AFP. Ia menerimanya, tapi tak lama. Jenuh dengan gaya bekerja di AFP, yang tiap hari harus memproduksi terus menerus, Kemal balik lagi ke Asia Week. Ia juga kontributor untuk Time, News Week, Far Eastern Economic Review.

Sejak Maret 2001, bersama Dina Purita Antonio, jurnalis asal Filipina, Kemal mendirikan agen foto Imaji. Mereka bercita-cita mengumpulkan fotografer dan penulis freelance dalam sebuah wadah agar tidak mudah dipermainkan oleh para pengorder.

Kemal hobi menonton film. Ia jarang olahraga, walau ia sadar bahwa seorang jurnalis foto seperti dia kebugaran fisik sangat menunjang. Tapi, ia tetap akan berusaha berolahraga secara rutin, agar berat badan setimbang dengan tinggi tubuhnya.
https://ahmad.web.id/sites/apa_dan_siapa_tempo/profil/K/20030627-28-K_2.html
Hasil fotonya sebagai berikut:



         

         

(diambil pada tanggal 28 Mei 2020, pukul 19.57 wib)

4. PEKSI CAHYO

Fotografi olahraga memang sedikit berbeda dari foto jurnalistik pada umumnya. Ia dibatasi ruang dan waktu, entah itu 2x45 menit di lapangan sepak bola atau 4x10 menit di lapangan basket yang berukuran lebih kecil. Dalam batasan-batasan itu, para fotografer harus menangkap gerak dan momen yang terkadang muncul hanya sepersekian detik. Sedikit saja lengah bisa berarti ‘petaka’.
Peksi berpendapat, bentuk arena apapun hanya bisa ditaklukkan melalui kesabaran karena tak ada yang bisa memprediksi momen yang akan terjadi. Bagi Peksi, pekerjaan fotografer olahraga bahkan hampir sama dengan atlet itu sendiri. Selain butuh kesabaran, juga perlu daya tahan yang kuat karena harus memiliki konsentrasi dan fokus yang baik.
Selanjutnya, masih menurut Peksi, penting untuk mensinkronisasi gambar yang ingin didapat dengan proses kreatif. Caranya dengan mempelajari perilaku sang pemain, paham tata letak stadion, memilih sudut tepat, hingga pemilihan lensa. Satu hal lain yang tak kalah penting adalah riset.

Peksi mengawali kariernya sebagai foto jurnalis. Namun, pada 2003, ia memantapkan hati terjun di fotografi olahraga dengan bergabung Tabloid Bola. Itu pun terjadi secara tidak sengaja. Saat itu Peksi yang merupakan fotografer Sinar Harapan, merasa berada di titik yang memaksanya untuk mengembangkan diri. Peksi sebenarnya sudah sampai pada tahap wawancara di kantor berita EPA (European Pressphoto Agency). Namun di tengah jalan, dia mendapatkan panggilan dari Tabloid Bola. Ia pun mengubah pilihan.

Di tabloid olahraga itu Peksi bekerja 12 tahun sebelum akhirnya pindah ke bola.com pada 2015. Sebagai fotografer olahraga, Peksi menilai olahraga yang sangat sukar diabadikan adalah lari. Ini karena banyak hal harus dipertimbangkan dalam waktu pertandingan yang sangat singkat, mulai dari perencanaan pengambilan gambar, hingga penentuan posisi mengambil foto.


Pria kelahiran Jakarta, 19 April 1976 ini mengaku keberuntungan tetap jadi hal penting bagi fotografer olahraga. Tapi nilainya tak lebih tinggi dari teknik dan juga persiapan.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170504152522-25-212298/peksi-cahyo-dan-tiga-rahasia-fotografi-olahraga

Hasil fotonya sebagai berikut:

 

 

 

Link gambar https://www.google.com/search?q=KARYA+FOTO+olahraga+peksi+cahyo&safe=strict&hl=id&sxsrf=ALeKk02puHaPIy4V3-WJhdJXX7R5KEEWNg:1590673915576&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwiF0cON2tbpAhXpIbcAHdUMCwYQ_AUoAXoECAwQAw&biw=1366&bih=608
(diambil pada tanggal 28 Mei 2020, pukul 21.01 wib)



5. KHAIRUL IMAM

Berawal dari seorang suporter, keinginan untuk menyimpan berbagai momen-momen tim Persija Jakarta, membuat Khairul Imam kini menjabat sebagai fotografer tim Macan Kemayoran ini. Khairul Imam Sudah 8 Tahun, sejak 2010 menggeluti dunia fotografi secara umum. Dia memiliki motivasi untuk dapat mengabadikan setiap momen perjalanan tim sepakbola (Persija) dan memberikan hasil karya terbaiknya untuk Persija.

Awalnya Khairul Imam ikut dengan kakaknya menjadi fotografer wedding, untuk menyatukan dengan sepakbola baginya tidak begitu menemui kesulitan karena dia sendiri suka/hobi dengan sepakbola itu sendiri dan juga menyukai Persija. Saat beralih ke fotografer sepakbola Khairul Imam menyesuaikan dengan aturan aturan yang ada di sepakbola dalam mengambil gambar, terutama saat petandingan dan Khairul Imam terus belajar dengan terus mencoba untuk mendapatkan momen momen terbaik di lapangan.

Awal mula Khairul Imam sebagai fotografer tim sepak bola adalah merupakan suporter tim Persija itu sendiri, pada tahun 2012 Khairul Imam mendapatkan tawaran untuk menjadi tim dokumentasi pada pertandingan kandang Persija. Sejak dari situ dia memiliki keinginan untuk bisa terus menjadi fotografer tim Persija meskipun saat itu banyak situasi sulit yang harus dihadapi.


Inspirasi dan referensi Khairul Imam banyak hadir dari akun sosial media tim-tim luar negeri. Namun Khairul Imam punya fotografer idolanya di bidang olahraga/sepakbola di Indonesia yaitu Mas Peksi Cahyo @peksicahyo.

Ada beberapa hasil foto yang menjadi favoritnya salah satunya adalah momen pertama dia berhasil mendapatkan foto selebrasi khas Bambang Pamungkas, saat itu pertandingan Arema vs Persija di Stadion Kanjuruhan Malang. Pada saat itu Bepe juga mencetak hattrick.

Hasil fotonya sebagai berikut:

 













 

Link gambar https://soccersidejournal.wordpress.com/2019/01/19/ep3-khairul-imam-persija-jakarta/
https://www.instagram.com/imammiot/?hl=id
(diambil pada tanggal 28 Mei 2020, pukul 23.55 wib)



Trimakasih nak tengokk ;)

Rabu, 13 Mei 2020

BIOGRAFI SEJARAWAN ATAU ILMUAN NASIONAL DI BIDANG KESEHATAN

Assalamu'alaikum sobat blogger...
Aku akan membagikan tokoh nasional dibidang kesehatan sesuai tugas aku. Well, inilah Biografi Sejarawan atau Ilmuan Nasional Di Bidang Kesehatan:

1. Prof. Dr. Gerrit A. Siwabessy


G.A. Siwabessy diabadikan sebagai nama Reaktor Serba Guna di Serpong, Provinsi Banten.  Prof. Dr. Gerrit A. Siwabessy lahir di Desa Ullath, Pulau Saparua, 19 Agustus 1914. Ia merupakan lulusan dari Sekolah Kedokteran NIAS di Surabaya pada tahun 1942. Pada tahun 1949 ia melanjutkan studi ke Inggris (London) dan mendalami bidang Radiologi dan Kedokteran Nuklir di London University. Ketika kembali ke Indonesia tahun 1962 diangkat sebagai Kepala Bagian Radiologi (Ilmu Sinar) pada rumah sakit pusat atau Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).

Kemudian Dr. Siwabessy merintis pembinaan di bidang radiologi antara lain: mendirikan Sekolah Asisten Rontgen di RSCM, melatih para dokter penyakit paru-paru, mengatur dan membina kegiatan-kegiatan klinis dalam bidang radiologi di rumah sakit pemerintah maupun swasta. Dr. Siwabessy kemudian diangkat sebagai Kepala Lembaga Radiologi Departemen Kesehatan dan juga menjadi ketua dari Panitia Penyilidikan Radioaktivitas dan Tenaga Atom.

Pada tahun 1954 didirikanlah Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) dan Siwabessy menjadi direkturnya. Dua tahun kemudian ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Radiologi pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Siwabessy juga pernah mengepalai Tim Dokter Kepresidenan. Pada Kabinet Pembangunan ia menjadi Menteri Kesehatan selama dua periode.


Ia meninggal dunia di Jakarta pada tahun 1981. Tokoh nasional dan “Bapak Atom” Indonesia ini dihargai jasa-jasa dan pengabdiannya oleh Pemerintah RI dan bangsa Indonesia sebagai seorang Mahaputera Indonesia yang besar dan dianugerahi bintang tertinggi yaitu Bintang Mahaputera Utama.

(diambil pada tanggal 13 Mei 2020, pukul 17.30 wib)


2. Prof. Dr. Sardjito


Prof. Dr. Sardjito lahir pada 13 Agustus 1889 di desa Purwodadi, Kawedanan, Mageran, wilayah Keresidenan Madiun. Pada tahun 1907 Sardjito melanjutkan jenjang pendidikannya ke pendidikan tinggi kedokteran di STOVIA (School toot Opleiding voor Indische Artsen) serta meraih gelar dokter dengan predikat sebagai lulusan terbaik di tahun 1915.

Rektor pertama Universitas Gadja Mada (UGM) ini patut disebut sebagai pahlawan kesehatan. Sebab, semasa hidupnya Sardjito merupakan perintis lahirnya Palang Merah Indonesia. Semasa perang dahulu, Sardjito berupaya sekuat tenaga agar ketersediaan obat-obatan dan vitamin bagi para prajurit atau tentara Indonesia selalu terpenuhi. Bahkan ia sempat mendirikan pos kesehatan tentara di Yogyakarta dan sekitarnya. Kini, namanya telah menjadi nama satu Rumah Sakit (RS) di Yogyakarta.

(diambil pada tanggal 13 Mei 2020, pukul 17.30 wib)


3. dr. Moewardi


dr Moewardi lahir di Pati pada tahun 1907. Melalui SK Presiden RI No 190 tahun 1964, ia dianugerahi gelar pahlawan dan namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit di Solo, Jawa Tengah. Selain itu, namanya juga digunakan sebagai nama jalan di beberapa kota seperti Jakarta, Cianjur, Solo, dan Denpasar. Perjalanan pendidikan Dr.Moewardi dimulai pada 1926, beliau tercatat sebagai mahasiswa tingkat III School Tot Opleiding Voor Indische Arsten (STOVIA). dr Moewardi kemudian melanjutkan belajar di Nederlandsch Indische Arts School (NIAS) hingga lulus sebagai dokter pada tahun 1931.

Setelah 5 tahun berpraktik sebagai dokter, dr Moewardi kembali memperdalam ilmunya dengan mengambil spesialisasi Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT) di Geneeskundig Hoogeschool (GH) Salemba dan menjadi asisten pada rumah sakit CBZ, yang kini berubah nama menjadi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Ia resmi menjadi dokter spesialis pada tahun 1939.
Yang patut dibanggakan, dr Moewardi tak hanya aktif sebagai dokter, namun ia juga dikenal pandai pencak silat dan aktif dalam bidang kepanduan. Dr Moewardi merupakan pemimpin di kepanduan Jong Java Padvinderij.

Pada era persiapan Proklamasi Kemerdekaan RI, dr Moewardi turut mempersiapkan pelaksanaan acara pembacaan teks proklamasi yang dilakukan di rumah Bung Karno. Setelah proklamasi kemerdekaan dibacakan, dr Moewardi ditunjuk sebagai Ketua Umum Barisan Pelopor (kemudian berubah nama menjadi Barisan Banteng), menggantikan Bung Karno yang diangkat menjadi presiden. Pada awal tahun 1946, dr Moewardi memindahkan Barisan Banteng dari Jakarta ke Solo akibat semakin memanasnya situasi politik dan keamanan di Jakarta saat itu.

Dr Moewardi kemudian terjun ke dunia politik dengan membentuk Gerakan Rakyat Revolusioner (GRR) pada Agustus 1948 untuk melawan aksi-aksi anti pemerintah yang dilancarkan oleh Front Demokrasi Rakyat (FDR), yang merupakan onderbouw Partai Komunis Indonesia (PKI). dr Moewardi diculik pada 13 September 1948, saat menjalankan praktik sebagai dokter di RS Jebres, Solo. Hingga kini ia tak pernah terlihat kembali dan hilang secara misterius.

(diambil pada tanggal 13 Mei 2020, pukul 19.15 wib)


4. Abdulrahman Saleh


Abdulrahman Saleh, lebih dikenal dengan nama julukan 'Karbol' ini lahir di Jakarta, 1 Juli 1909. Bergelar Prof. dr. SpF, Marsekal Muda Anumerta, Abdulrahman Saleh adalah tokoh Radio Republik Indonesia, dan juga bapak fisiologi kedokteran Indonesia. Ia juga dinobatkan sebagai pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden RI No.071/TK/Tahun 1974 pada 9 November 1974.

Putra Mohammad Saleh ini dikenal giat dalam bidang pendidikan. Awalnya ia bersekolah di HIS (Hollandsch Inlandsche School) MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) atau SMP rakyat berbahasa Belanda, kemudian berlanjut ke AMS (Algemene Middelbare School) - setara SMU, dan meneruskan ke STOVIA (School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen). Sebelum lulus dari sini, STOVIA malah dibubarkan. Akhirnya Abdulrahman Saleh pindah ke sekolah tinggi bidang kesehatan atau kedokteran yang disebut GHS (Geneeskundige Hoge School). Di sana, ia sempat tergabung dalam beberapa organisasi pemuda seperti Jong Java, Kepanduan Bangsa Indonesia, dan Indonesia Muda.

Lulus sekolah kedokteran, Abdulrahman Saleh masih haus akan pengetahuan. Kali ini ia menguasai ilmu faal yang akhirnya dikembangkan di tanah air dan membuatnya ditetapkan sebagai Bapak Ilmu Faal Indonesia oleh Universitas Indonesia pada 5 Desember 1958.

Hobinya dengan radio juga membuatnya terpilih menjadi pemimpin organisasi radio bernama VORO (Vereniging voor Oosterse Radio Omroep). Dari sinilah ia kemudian terus mengembangkan diri dan ikut berperan mendirikan RRI pada 11 September 1945. Seakan tak pernah puas, Abdulrahman Saleh beralih ke bidang lainnya yakni militer dengan mendaftarkan diri di Angkatan Udara. Atas kegigihannya, ia pun diangkat menjadi Komandan Pangkalan Udara Madiun di 1946, sembari menjadi dosen di Perguruan Tinggi Dokter di Klaten, Jawa Tengah.

Bersama Adisutjipto, Abdulrahman ditugaskan ke India saat agresi pertama Belanda. Dan ketika perjalanan pulang pada 29 Juli 1947, tim ini sempat mampir ke Singapura untuk mengambil bantuan obat-obatan dari Palang Merah Malaya lewat penerbangan Dakota VT-CLA. Sayangnya, pesawat itu lantas ditembak hingga jatuh dan terbakar oleh pesawat P-40 Kitty-Hawk Belanda, sesaat sebelum tiba di Maguwoharjo, Sleman. Peristiwa inilah yang akhirnya dikenal sebagai Hari Bakti TNI AU sejak 1962.

Abdulrahman Saleh kemudian dikebumikan di Kuncen Yogyakarta, yang kemudian dipindahkan ke Kompleks Monumen Perjuangan TNU AU di Bantul, Yogyakarta pada 14 Juli 2000. Namanya lantas diabadikan sebagai Pangkalan TNI AU dan Badara di Malang, dan nama piala bergilir dalam Medical and General Biology Competition.

(diambil pada tanggal 13 Mei 2020, pukul 17.45 wib)


5. dr. Hj. Hasri Ainun 


Besari biasa dipanggil Hasri Ainun Habibie.  Ainum lahir di Semarang, Jawa Tengah, 11 Agustus 1937 dan  wafat di München, Jerman, 22 Mei 2010 pada usia 72 tahun adalah Istri dari Presiden Indonesia Ketiga, BJ. Habibie. Ia menjadi Ibu Negara Indonesia ketiga dari tahun 1998 hingga tahun 1999.

Hasri Ainum juga seorang pahlawan kesehatan yang berjuang untuk mengembalikan penglihatan tunanetra semasa hidupnya. Atas dedikasinya, yang sangat tinggi bagi dunia kesehatan (khususnya dalam penanganan penyakit mata di Indonesia), maka Pemerintah Provinsi Gorontalo pada tahun 2013 berinisiasi membangun dan meresmikan Rumah Sakit Provinsi dr. Hasri Ainun Habibie di Limboto, Kabupaten Gorontalo.

Saat ini, Rumah Sakit Ainun Habibie sedang dikembangkan menjadi Rumah Sakit Pendidikan (Universitas Negeri Gorontalo yang belakangan namanya diusulkan diubah menjadi Unversitas B.J Habibie) dan Rumah Sakit Rujukan bagi daerah-daerah di wilayah teluk tomini yang meliputi Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah.

Hasri Ainun Besari adalah anak keempat dari delapan bersaudara R. Mohamad Besari dan istrinya, Sadarmi. Arti nama Hasri Ainun adalah mata yang indah. Ia mendapatkan gelar dokter dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 1961 dan bekerja di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

(diambil pada tanggal 13 Mei 2020, pukul 17.20 wib)



Terimakasih..

Kamis, 30 April 2020

BIOGRAFI SEJARAWAN ATAU ILMUAN ISLAM BIDANG KESEHATAN

Assalamualaikum buat yang baca,
Kali ini aku mau share foto dan Biografi Sejarawan/Ilmuan Islam di Bidang Kesehatan.
Aslinya ada banyak tokoh-tokoh Ilmuan Islam di Bidang Kesehatan tapi aku share 5 tokoh sesuai tugas aku. Berikut tokoh-tokohnya:

1. Abu Al Zahraw Filosofi abu al zahraw (Penemu Gips Era Islam)



Abu Al Zahrawi merupakan seorang dokter, ahli bedah, maupun ilmuan yang berasal dari Andalusia. Dia merupakan penemu asli dari teknik pengobatan patah tulang dengan menggunakan gips sebagaimana yang dilakukan pada era modern ini . Sebagai seorang dokter era kekalifahan, dia sangat berjasa dalam mewariskan ilmu kedokteran yang penting bagi era modern ini.Al Zahrawi lahir pada tahun 936 di kota Al Zahra yaitu sebuah kota yang terletak di dekat Kordoba di Andalusia yang sekarang dikenal dengan negara modern Spanyol di Eropa .Kota Al Zahra sendiri dibangun pada tahun 936 Masehi oleh Khalifah Abd Al rahman Al Nasir III yang berkuasa antara tahun 912 hingga 961 Masehi. 

Ayah Al Zahrawi merupakan seorang penguasa kedelapan dari Bani Umayyah di Andalusia yang bernama Abbas . Al Zahrawi selain termasyhur sebagai dokter yang hebat juga termasyhur karena sebagai seorang Muslim yang taat. Dalam buku Historigrafi Islam Kontemporer, seorang penulis dari perpustakaan Viliyuddin Istanbul Turki menyatakan Al Zahrawi hidup bagaikan seorang sufi. Kebanyakan dia melakukan pengobatan kepada para pasiennya secara cuma-cuma. Dia sering kali tidak meminta bayaran kepada para pasiennya. Sebab dia menganggap melakukan pengobatan kepada para pasiennya merupakan bagian dari amal atau sedekah. Dia merupakan orang yang begitu pemurah serta baik budi pekertinya .

Selain membuka praktek pribadi, Al Zahrawi juga bekerja sebagai dokter pribadi Khalifah Al Hakam II yang memerintah Kordoba di Andalusia yang merupakan putra dari Kalifah Abdurrahman III (An-Nasir). Khalifah Al Hakam II sendiri berkuasa dari tahun 961 sampai tahun 976. Salah satu sumbangan pemikiran Al Zahrawi yang begitu besar bagi kemajuan perkembangan ilmu kedokteran modern adalah penggunaan gips bagi penderita patah tulang maupun geser tulang agar tulang yang patah bisa tersambung kembali. Sedangkan tulang yang geser bisa kembali ke tempatnya semula. Tulang yang patah tersebut digips atau dibalut semacam semen .

Dalam sebuah risalahnya, dia menuliskan, jika terdapat tulang yang bergeser maka tulang tersebut harus ditarik supaya kembali tempatnya semula. Sedangkan untuk kasus masalah tulang yang lebih gawat, seperti patah maka harus digips.Untuk menarik tulang lengan yang bergeser, Al Zahrawi menganjurkan seorang dokter meminta bantuan dari dua orang asisten. Kedua asisten tersebut bertugas memegangi pasien dari tarikan .Kemudian lengan harus diputar ke segala arah setelah lengan yang koyak dibalut dengan balutan kain panjang atau pembalut yang lebih besar. Sebelum dokter memutar tulang sendi sang pasian, dokter tersebut harus mengoleskan salep berminyak ke tangannya. Hal ini juga harus dilakukan oleh para asisten yang ikut membantunya dalam proses penarikan. Setelah itu dokter menggerakan tulang sendi pasien dan mendorong tulang tersebut hingga tulang tersebut kembali ke tempatnya semula. Salah satu karya fenomenal Al Zahrawi merupakan Kitab Al-Tasrif. Kitab tersebut berisi penyiapan aneka obat-obatan yang diperlukan untuk penyembuhan setelah dilakukannya proses operasi.

Dalam penyiapan obat-obatan itu, dia mengenalkan tehnik sublimasi. Kitab Al Tasrif sendiri begitu populer dan telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa oleh para penulis. Terjemahan Kitab Al Tasrif pernah diterbitkan pada tahun 1519 dengan judul Liber Theoricae nec non Practicae Alsaharavii. Salah satu risalah buku tersebut juga diterjemahkan dalam bahasa Ibrani dan Latin oleh Simone di Genova dan Abraham Indaeus pada abad ke-13. Salinan Kitab Al Tasrif juga juga diterbitkan di Venice pada tahun 1471 dengan judul Liber Servitoris. Risalah lain dalam Kitab Al Tasrif juga diterjemahkan dalam bahasa Latin oleh Gerardo van Cremona di Toledo pada abad ke-12 dengan judul Liber Alsaharavi di Cirurgia. Dengan demikian kitab karya Al Zahrawi semakin termasyhur di seluruh Eropa. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya karya Al Zahrawi tersebut bagi dunia. Kitabnya yang mengandung sejumlah diagram dan ilustrasi alat bedah yang digunakan Al Zahrawi ini menjadi buku wajib mahasiswa kedokteran di berbagai kampus-kampus.Al Zahrawi menjadi pakar kedokteran yang termasyhur pada zamannya. Bahkan hingga lima abad setelah dia meninggal, bukunya tetap menjadi buku wajib bagi para dokter di berbagai belahan dunia. Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan kedokterannya masuk dalam kurikulum jurusan kedokteran di seluruh Eropa.

https://bukbidanfdl.blogspot.com/2014/11/tokoh-islam-dalam-dunia-kesehatan.html

(di ambil pada tanggal: 30 April 2020, 13.12)


2. Ibnu Sina (Father of Doctor)


Ibnu Sina atau yang lebih dikenal dunia Barat dengan nama Avicenna mempunyai nama lengkap Abu Ali al-Huseyn bin Abdullah bin Hasan Ali bin Sina. Julukannya adalah al-Ra’s (puncak gunung pengetahuan). Menurut Ibnu Khallikan, Al-Qifti, dan Bayhaqi, Ibnu Sina lahir pada bulan bulan Shafar 370 H/ Agustus 980 M, di desa Afsanah, Bukhara, Uzbekistan. Ayahnya, ‘Abdullah dan Sitarah, ibunya, merupakan keturunan Persia, karena itu ketika Ibnu Sina masih remaja dia sering menulis puisi dan essai dalam bahasa Persia.

Keluarga Ibnu Sina bisa dikatakan keluarga yang mampu. Ayahnya diangkat menjadi gubernur di sebuah distrik di Bukhara, ketika masa pemerintahan  penguasa Samaniyah, Nuh II bin Mansyur. Berangkat dari keluarga yang mampu, orang tua dari Ibnu Sina berusaha memberi anaknya pendidikan terbaik. Ayah Ibnu Sina merupakan seorang muslim dari sekte Isma’ili (Syiah). Rumahnya merupakan pusat aktivitas sarjana, dan ulama masyur pada masanya. Mereka banyak melakukan aktivitas diskusi membahas berbagai permasalahan, dari diskusi-diskusi inilah Ibnu Sina memahami pengetahuan yang luas.

Ibnu Sina memang telah memperlihatkan kecerdasan yang luar biasa sejak kecil. Selain mempunyai kemampuan analisa berpikir yang tajam, Ibnu Sina juga dikenal mempunyai daya ingat yang sangat kuat. Orang tua Ibnu Sina mulai memberikan pendidikan agama dan logika elementer sejak Ibnu Sina masih berusia 5 tahun. Pada usia 10 tahun, Ibnu Sina telah hafal al-Qur’an. Dia juga belajar fikih, dan ilmu-ilmu syariat. Tidak hanya mempelajari ilmu agama, setelah menguasai ilmu teologi Ibnu Sina mulai terjun ke dunia filsafat hingga umur 16 tahun. Ibnu Sina juga berguru kepada Abu Abdullah An-Naqili, dan belajar Kitab Isaghuji dalam ilmu logika dan berbagai kegiatan Euklides dalam bidang matematika. Setelah itu, dia belajar secara otodidak dan menekuni matematika hingga dia berhasil menguasai buku Almagest karangan Ptolemaeus serta menguasai disiplin ilmu pengetahuan alam. Sering sekali soal-soal ilmiah yang tidak dapat diselesaikan oleh gurunya, mampu dia selesaikan. 

Semangat untuk belajar Ibnu Sina tidak berhenti di bidang teologi dan matematika saja, karena dia lalu mempelajari ilmu kedokteran kepada gurunya, Abu Manshur al-Qamari, penulis kitab Al-Hayat Wa al-Maut, dan Abu Sahal Isa bin Yahya al-Jurjani, penulis ensiklopedia kedokteran Al-Kitab Al-Mi’ah Fi Shina’atih Thib. Ibnu Sina akhirnya menguasai ilmu kedokteran dalam waktu satu setengah tahun. Tidak dapat dipungkiri Ibnu Sina merupakan pribadi yang bijaksana, dia tidak membuang waktu masa mudanya untuk hal sia-sia, dia selalu memanfaatkan waktunya untuk belajar  berbagai ilmu hingga dia menguasainya. Tidak mengherankan memasuki  usia 16 tahun, Ibnu Sina telah menjadi pusat perhatian para dokter sezamannya. Mereka sering menemuinya untuk berdiskusi perihal penemuan dalam bidang kedokteran. Pada usia yang sama, dia dapat menyembuhkan penyakit yang diderita sultan Samaniyah, Nuh bin Manshur (976-997), sehingga dia diberi hak istimewa untuk menggunakan perpustakaan besar milik raja.

Dianugerahi dengan kemampuan luar biasa untuk menyerap dan memelihara pengetahuan, ilmuwan muda dari Persia ini membaca seluruh buku-buku di perpustakaan itu , hingga akhirnya berhasil menguasai semua ilmu yang ada pada masanya, sekalipun dia lebih menonjol dalam bidang filsafat dan kedokteran. Memasuki usia 21 tahun, Ibnu Sina mulai menulis karya-karya monumental di berbagai bidang keilmuwan, dengan karya pertamanya berjudul Al-Majmu’u (ikhtisar), yang memuat berbagai ilmu pengetahuan umum. Ibnu Sina tidak pernah berhenti membaca serta tidak pernah bosan menulis buku. Dia memang dikenal kuat memikul tanggung jawab ilmuih dan sering tidak tidur malam hanya karena membaca dan menulis. Selain itu, Ibnu Sina tidak mengambil upah dalam mengobati orang sakit. Bahkan dia banyak bersedekah kepada fakir miskin sampai akhir hayatnya.


Ibnu Sina wafat di Hamdzan, Persia pada tahun 428 H (1037 M) dalam usianya yang ke-58 tahun. Dia wafat karena terserang penyakit usus besar. Selama masa hidupnya Ibnu Sina memberikan sumbangan luar biasa terhadap kemajuan keilmuwan. Pemikiran-pemikiran Ibnu Sina di berbagai disiplin ilmu banyak diadopsi oleh ilmuwan masa setelahnya, tidak hanya oleh ilmuwan muslim tetapi juga ilmuwan Barat banyak yang mengadopsi pengetahuan dari karya-karya Ibnu Sina. Dalam rangka memperingati 1000 tahun hari kelahirannya, melalui event Fair Millenium di Teheran pada tahun 1955, Ibnu Sina dinobatkan sebagai “Father of Doctor” untuk selama-lamanya.

(di ambil pada tanggal 30 April 2020, 13.22)


3. Ibnu Nafis (Bapak Fisiologi Sirkulasi)


Nama lengkap Ibnu Nafis adalah al-Din Abu al-Hasan Ali Ibn Abi al-Hazm al-Qarshi al-Dimashqi.  Beliau adalah seorang ilmuan Arab yang penelitiannya pernah dilupakan orang 700 tahun lamanya. Ibnu Nafis lahir di Damaskus, Suriah (Syria) pada tahun 1213 M. Selain itu, ia juga mempunyai nama panggilan lain, yaitu The Second Avicenna (Ibnu Sina Kedua). Kiprahnya di dunia kedokteran membuatnya disebut sebagai Ibnu Sina kedua. Ibnu Sina adalah dokter pertama yang menjelaskan tentang ilmu anatomi tubuh. Selama beberapa abad, bukunya yang berisi teori anatomi tubuh dijadikan paduan dunia medis Eropa. Sedangkan Ibnu Nafis lahir 200 tahun sesudahnya. Setelah lulus dari Perguruan Tinggi Medis Bimaristan an-Noori Damaskus, Ibnu Nafis pindah ke Mesir untuk bekerja di Rumah Sakit Al-Nassiri pada tahun 1236 M. Beberapa tahun kemudian, ia diangkat menjadi kepala dokter di Rumah Sakit Al-Mansuri sekaligus menjadi dokter pribadi Sultan pada masa itu.

Sebagai seorang dokter, Ibnu Nafis membaca banyak buku panduan medis dari pendahulunya, yang masih berpedoman pada Teori Hippocrates, Galen, dan Ibnu Sina. Namun, Ibnu Nafis menemukan beberapa kejanggalan. Ia lalu menuliskan analisisnya dalam buku yang berjudul “Commentary on the Anatomy of Canon of Avicenna” atau “Komentar Tentang Ilmu Anatomi Tubuh dari Kitab Canon-Ibnu Sina”. Salah satu dari hasil pengamatannya adalah penemuan dua pembuluh darah di dalam tubuh manusia, yaitu pembuluh darah arteri dan pembuluh darah vena. Sekarang ini, telah dikenal empat macam pembuluh darah. Ibnu Nafis menemukan kejanggalan pada teori Galen tentang peredaran darah di dalam tubuh manusia. Teori tersebut menerangkan bahwa darah mengalir dari bilik kanan jantung ke bilik kiri jantung melalui pori-pori yang terdapat pada katup jantung.

Sebaliknya, Ibnu Nafis meyakini “Bahwa darah yang berasal dari bilik kanan jantung pasti mengalir ke bilik kiri jantung, namun tidak ada penghubung antara kedua bilik tersebut. Katup jantung tidak berlubang dan berpori sama sekali. Selain itu, Ibnu Nafis juga menambahkan bahwa darah dari bilik kanan jantung mengalir melalui pembuluh arteri ke paru-paru. Proses selanjutnya adalah darah tersebut bercampur dengan udara dan mengalir melalui pembuluh vena ke bilik kiri jantung”. Teori Galen menjadi pedoman dunia medis dari tahun 100 - 1.500.

Menurut Nafis, pendapat Ibnu Sina dalam kitabnya Al-Qonuun yang menyebutkan bahwa jantung terdiri dari 3 bagian tidaklah tepat. Jantung, kata Nafis, hanya memiliki 2 bilik saja, yakni kiri dan kanan. Antara keduanya tidak ada pori-pori apa pun. Bahkan dinding yang memisahkannya sangat tebal. Analisis itu sekaligus menjadi penemuan Ibnu Nafis terhadap sistem peredaran darah kecil. Yaitu peredaran darah dari jantung menuju paru-paru dan kembali lagi ke jantung. Sayangnya, penemuan itu tidak tersebar hingga ke Eropa, sehingga dunia medis masih menggunakan teori Galen sampai dengan abad ke-15.

Sekitar 300 tahun dunia kedokteran sesat, hingga pada tahun 1.500-an. Dunia mengakui William Harvey dari Eropa sebagai penemu sistem peredaran darah. William Harvey menuliskan sistem peredaran secara lengkap dan terperinci. Diduga Harvey dan beberapa ilmuan pendahulunya pernah membaca hasil temuan Ibnu Nafis. Sementara buku tentang sistem peredaran kecil temuan Ibnu Nafis yang terlupakan orang selama ratusan tahun, baru ditemukan pada abad ke-20.

Pada tahun 1924, seorang dokter Mesir bernama Muhyi Al-Din Altawi menemukan catatan sistem peredaran darah karya Ibnu Nafis di Perpustakaan Negara Prussian-Berlin. Dari sanalah disimpulkan bahwa sesungguhnya Ibnu Nafis telah menemukan sistem peredaran darah, jauh sebelum William Harvey menemukannya. Karena itulah, akhirnya dunia mengakui bahwa penemu sistem peredaran darah kecil bukanlah William Harvey, melainkan Ibnu Nafis.

(di ambil pada tanggal 30 April 2020, 23.04)


4. Ibn al-Baytar ( Bapak Botani)


Ibn al-Baytar lahir di kota Malaga Andalausia (kini Spanyol) pada akhir abad ke-12, yaitu tahun 1197. Ia belajar ilmu botani kepada seorang ahli botani Malaga, Abu al-Abbas al-Nabati. Kelak mereka bekerja sama mengumpulkan tanaman di sekitar Spanyol. Perlu diketahui bahwa Al-Nabati merupakan ilmuwan botani luar biasa. Ia dikenal sebagai mengembang awal metode ilmiah, orang pertama yang memperkenalkan teknik pengujian secara empiris dan eksperimental, pengidentifikasi dan deskripsi berbagai materi obat, serta pembuat laporan dan observasi untuk memverifikasi bermacam tanaman obat yang sebelumnya ditemukan oleh orang lain. Pendekatan al-Nabati demikian inilah kelak diadopsi oleh Ibn al-Baitar.

Setelah belajar pada al-Nabati, Ibnu al-Baytar belajar kepada Ibn Al-Rumeyya, sehingga ia menguasai tiga bahasa sekaligus, Spanyol, Yunani, dan Suriah. Berbekal kemampuan berbahasa inilah, ia mengadakan perjalanan ke beberapa negara untuk mengembangkan ilmu yang diminatinya, botani. Dari sinilah, al-Baitar pun lantas banyak berkelana untuk mengumpulkan beraneka ragam jenis tumbuhan. Tetapi sebagaimana para ilmuwan lain, tidak hanya dua sosok yang mempengaruhi sl-Baytar. Selain al-Nabati, sosok yang mempengaruhi kreativitas ilmiah Ibn al-Baytar adalah Maimonides dan al-Ghafiqi. Penelitian dan pemikiran keduanya menginspirasinya untuk membuat terobosan-terobosan besar dalam ilmu pengetahuan di kemudian hari. Di samping itu, kelak juga ada banyak generasi ilmuwan setelahnya yang menimba pengaruh darinya, baik ilmuwan Timur maupun Barat, seperti Ibn Abi Usaybi’a, Amir Daulat dan Andrea Alpago.

Pada 1219, Ibn al-Baitar meninggalkan Málaga dan mengembara ke negeri-negeri Muslim di Timur Tengah untuk mengumpulkan tanaman. Dia melakukan perjalanan dari pantai utara Afrika sampai Anatolia. Di dalam perjalanannya, konon ia mengunjungi Konstantinopel, Bugia, Tunisia, Tripoli, Barqa dan Adalia. Dari tahun 1224, al-Baytar diangkat sebagai kepala ahli tanaman obat Kekhalifahan Ayyubiyah, al-Kamil. Pada 1227 al-Kamil mengembangkan wilayah kekuasaannya ke Damaskus (kini Suriah), dan Ibn al-Baitar menemaninya di sana. al-Kamil memberinya kesempatan untuk mengumpulkan tanaman obat di Suriah. Tidak puas hanya di Suriah, Ibn al-Baytar pergi ke Arabia dan Palestina untuk mengembangkan pengumpulan dan penelitian tanaman obatnya. 

Akhirnya, ia menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1248 di Damaskus dan meninggalkan risalah-risalah penting dalam wilayah botani dan kedokteran. Dunia mengenangnya sebagai seorang yang paling berjasa dalam bidang ilmu tumbuh-tumbuhan, dan berpengaruhpenting dalam perkembangan ilmu botani.

(di ambil pada tanggal 30 April 2020, 23.09)


5. Ar-Razi


Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi (Persia: أبوبكر الرازي) atau dikenali sebagai Rhazes di dunia barat, merupakan salah seorang pakar sains Iran terkemuka. Ia hidup antara tahun 864 – 930.M Ar-Razi sejak muda telah mempelajari filsafat, kimia, matematika dan kesastraan. Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad. Sekembalinya ke Teheran, ia dipercaya untuk memimpin sebuah rumah sakit di Rayy. Selanjutnya ia juga memimpin Rumah Sakit Muqtadari di Baghdad. Ar-Razi juga diketahui sebagai ilmuwan serbabisa dan dianggap sebagai salah satu ilmuwan terbesar dalam Islam.

Ar-Razi lahir pada tanggal 28 Agustus 865 Masehi dan meninggal pada tanggal 9 Oktober 925 Masehi. Nama Razi-nya berasal dari nama kota Rayy. Kota tersebut terletak di lembah selatan jajaran Dataran Tinggi Alborz yang berada di dekat Teheran, Iran. Di kota ini juga, Ibnu Sina menyelesaikan hampir seluruh karyanya. 

Saat masih kecil, ar-Razi tertarik untuk menjadi penyanyi atau musisi tetapi dia kemudian lebih tertarik pada bidang alkemi. Pada umurnya yang ke-30, ar-Razi memutuskan untuk berhenti menekuni bidang alkemi dikarenakan berbagai eksperimen yang menyebabkan matanya menjadi cacat. Kemudian dia mencari dokter yang bisa menyembuhkan matanya, dan dari sinilah ar-Razi mulai mempelajari ilmu kedokteran. Dia belajar ilmu kedokteran dari Ali ibnu Sahal at-Tabari, seorang dokter dan filsuf yang lahir di Merv. Dahulu, gurunya merupakan seorang Yahudi yang kemudian berpindah agama menjadi Islam setelah mengambil sumpah untuk menjadi pegawai kerajaan di bawah kekuasaan khalifah Abbasiyah, al-Mu’tashim.

Ar-Razi kembali ke kampung halamannya dan terkenal sebagai seorang dokter di sana. Kemudian dia menjadi kepala Rumah Sakit di Rayy pada masa kekuasaan Mansur ibnu Ishaq, penguasa Samania. Ar-Razi juga menulis at-Tibb al-Mansur yang khusus dipersembahkan untuk Mansur ibnu Ishaq. Beberapa tahun kemudian, ar-Razi pindah ke Baghdad pada masa kekuasaan al-Muktafi dan menjadi kepala sebuah rumah sakit di Baghdad.

Setelah kematian Khalifan al-Muktafi pada tahun 907 Masehi, ar-Razi memutuskan untuk kembali ke kota kelahirannya di Rayy, di mana dia mengumpulkan murid-muridnya. Dalam buku Ibnu Nadim yang berjudul Fihrist, ar-Razi diberikan gelar Syaikh karena dia memiliki banyak murid. Selain itu, ar-Razi dikenal sebagai dokter yang baik dan tidak membebani biaya pada pasiennya saat berobat kepadanya.

(di ambil pada tanggal 30 April 2020, 23.38)




FOTO DAN BIOGRAFI FOTOGRAFER NASIONAL SPESIALISASI /DAN OLAHRAGA

Assalamu'alaikum.. Halo haii! nihao! annyeong!! Kali ini aku akan bagikan biografi fotografer nasional spesialisasi di bidang jurnalis...